Kamis, 19 April 2012

Sejarah Barcode



Barcode adalah susunan garis cetak vertikal hitam putih dengan lebar berbeda untuk menyimpan data-data spesifik seperti kode produksi, nomor identitas, dll sehingga sistem komputer dapat mengidentifikasi dengan mudah, informasi yang dikodekan dalam barcode.
Dewasa ini barcode dapat dijumpai dimana-mana. Coba ambilah sebuah produk di supermarket terdekat, dan periksa apakah terdapat banyak garis hitam vertikal warna hitam yang saling berdekatan. Itulah yang disebut barcode. Di dalam barcode tersebut terdapat informasi (umumnya berupa angka). Angka tersebut biasanya juga tercantum di bawah barcode tersebut.
Mungkin anda bertanya, kalau sudah ada kode angka, mengapa masih diperlukan barcode? Jawabnya adalah bagi alat (atau komputer) lebih mudah membaca sesuatu yang bersifat digital daripada angka yang bersifat analog. Kode barcode dengan warna contrast (biasanya hitam di atas putih) sangat mudah dikenali oleh sensor optik CCD atau laser yang ada pada alat pemindah, untuk kemudian diterjemahkan oleh komputer menjadi angka.
Ada beberapa standarisasi jenis barcode. Berikut ini adalah jenis barcode yang sering digunakan:
Code 39, sebagai simbolik yang paling populer di dunia barcode non-retail, dengan variabel digit yang panjang. Namun saat ini code 39 makin sedikit dipergunakan dan digantikan dengan Code 128 yang lebih mudah dibaca oleh pemindai.
Universal Product Code (UPC)-A, terdiri dari 12 digit, yaitu 11 digit data, 1 check digit : untuk kebutuhan industri retail.
UPC-E, terdiri dari 7 digit, yaitu 6 digit data, 1 check digit : untuk bisnis retail skala kecil.
European Articles Numbering (EAN)-8, terdiri dari 8 digit, yaitu 2 digit kode negara, 5 digit data, 1 check digit.
EAN-13 atau UPC-A versi Eropa, terdiri dari 13 digit, yaitu 12 digit data, 1 check digit
TIpe barcode yang banyak di Indonesia adalah EAN 13, yaitu kode barcode dengan 13 digit. Dimana 3 kode awalnya merupakan kode negara Indonesia (899). Kemudian empat angka berikutnya menunjukkan kode perusahaan. Selanjutnya lima angka secara berturut-turut merupakan kode produk dan angka terakhir berupa validasi atau cek digit.
Sejarah Barcode
Pada tahun 1932, Wallace Flint membuat sistem pemeriksaan barang di perusahaan retail. Awalnya, teknologi barcode dikendalikan oleh perusahaan retail, lalu diikuti oleh perusahaan industry. Lalu pada tahun 1948, pemilik toko makanan lokal meminta Drexel Institute of Technology di Philadelphia untuk membuat sistem pembacaan informasi produk selama checkout secara otomatis.
Kemudian Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland, lulusan Drexel, bergabung untuk mencari solusi. Woodland mengusulkan tinta yang sensitif terhadap sinar ultraviolet. Prototype ditolak karena tidak stabil dan mahal. Tangal 20 Oktober 1949 Woodland dan Silver berhasil membuat prototipe yang lebih baik.
Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1952, mereka mendapat hak paten dari hasil penelitian mereka. 1966: Pertama kalinya barcode dipakai secara komersial adalah pada tahun 1970 ketika Logicon Inc. membuat Universal Grocery Products Identification Standard (UGPIC).
Perusahaan pertama yang memproduksi perlengkapan barcode untuk perdagangan retail adalah Monach Marking. Pemakaian di dunia industri pertama kali oleh Plessey Telecommunications. Pada tahun 1972, Toko Kroger di Cincinnati mulai menggunakan bull’s-eye code. Selain itu, sebuah komite dibentuk dalam grocery industry untuk memilih kode standar yang akan digunakan di industry.
Pada tanggal 3 April 1973: Komite memilih simbol UPC (Uniform Product Code) sebagai standar industry.
Cara Membaca Barcode
1. Barcode terdiri dari garis hitam dam putih. Ruang putih di antara garis garis hitam adalah bagian dari kode.
2. Ada perbedaan ketebalan garis. Garis paling tipis = “1”, yang sedang = “2”, yang lebih tebal = “3”, dan yang paling tebal = “4”.
3. Setiap digit angka terbentuk dari urutan empat angka. 0 = 3211, 1 = 2221, 2 = 2122, 3 = 1411, 4 = 1132, 5 = 1231, 6 = 1114, 7 = 1312, 8 = 1213, 9 = 3112
Standar barcode retail di Eropa dan seluruh dunia kecuali Amerika dan Kanada adalah EAN (European Article Number) – 13. EAN-13 standar terdiri 13 digit, dengan pembagian digitnya :
1. Kode negara atau kode sistem: 3 digit pertama barcode menunjukkan negara di mana manufacturer terdaftar
2. Manufacturer Code: Ini adalah 5 digit kode yang diberikan pada manufacturer dari wewenang penomoran EAN
3. Product Code: 5 digit setelah manufacturer code. Nomor ini diberikan manufacturer untuk merepresentasikan suatu produk yang spesifik
4. Check Digit atau Checksum: Digit terakhir dari barcode, digunakan untuk verifikasi bahwa barcode telah dipindai dengan benar
Sekian penjelasan singkat tentang barcode…Semoga dapat bermanfaat bagi
anda yang membacanya..

0 komentar:

Posting Komentar