Selamat datang di Rpl Creative berikut adalah artikel terbaru kami

Minggu, 18 Maret 2018

Titik

0 komentar
rasa ingin melukai orang lain telah sampai di ujung rambut.

tetapi setalah berpikir dengan tenang,

Lebih baik melukai diri sendiri.
[read more..]

Senin, 29 Juni 2015

Windows 7 CRUX EDITION

0 komentar

Windows 7 CRUX EDITION


Window7 CRUX EDITION Gift From TEAMOSHKRG Special Credit aXeSwY

Description :

This a Windows is based on windows 7 Ultimate SP1 , Was optimized for low end PC and also for those who need to get the most out of their computer , some unneeded services was disabled and also couple of features that we rare use if not ever , it also include all the last updates and native support for USB 3.0 . allowing 3rd party themes and including other 3rd party softwares


Details

Source:

• en_windows_7_ultimate_with_sp1_x86_dvd_u_677460.iso

• Included :
Including Microsoft updates until 15/06/2015 and Internet Explorer 11

Softwares included :
• COMODO Internet Security
• K-Lite Codec Pack Full (Replaced Windows Media player)
• Skype
• iObit Advanced Systemcare Pro
• All Microsoft visual c++ redistributable (2005 till 2013)
• Loader (Silent Activation)

SCREENSHOOT:

Size :2,5GiB
UptoBox 


Source :
[read more..]

Kamis, 25 Juni 2015

10.000 FONT COLECTION

0 komentar

10.000 FONT COLECTION

 
FILE INFO   :
size : 265.37 MB

DOWNLOAD :

DROPBOX

[read more..]

Malwarebytes Anti-Malware Premium

0 komentar

Malwarebytes Anti-Malware Premium 2.1.8.1057


- Anti-Malware/Anti-Spyware
- Malicious website blocking
- Real-time protection
- Heuristic detection
- Integrated Malwarebytes Anti-Rootkit
- Hyper Scan mode
- Scan/Databse update scheduler
- Integrated Malwarebytes Chameleon
- Advanced malware removal
- Antivirus compatibility

 

[read more..]

Minggu, 19 Oktober 2014

TEORI KEKUASAAN DAN PERLAWANAN

0 komentar

TEORI KEKUASAAN DAN PERLAWANAN


Ada banyak teori tentang kuasa dalam ilmu-ilmu sosial. Adeney-Risakotta mengatakan bahwa teori kuasa yang mendominasi ilmu-ilmu sosial adalah penafsiran atas kekuasaan sebagai dominasi dan kekerasan (domination and violance). Kebanyakan teori-teori tersebut mendekati kekuasaan dari kacamata politik praktis.

Mills misalnya menulis bahwa semua usaha politik adalah “usaha untuk mendapatkan kekuasaan, dan bentuk paling akhir dari kekuasaan adalah kekerasan.” (Mills, 1956: 171). Salah satu ilmuwan sosial yang sangat jelas memaknai kuasa (power) dalam makna dominatif adalah Max weber yang mengatakan, “the state is a relation of men dominating men, a relation supported by means of legitimate.” (Weber, 1946: 78). Demikian juga dengan Karl Marx yang selalu memposisikan kekuasaan sebagai sesuatu yang dimiliki oleh mereka yang memonopoli alat produksi dalam mode-mode produksi yang sengaja dibuat oleh mereka. (Adeney-Risakotta, 2004: 467).

Dalam pandangan Risakotta, ada beberapa catatan kritis yang bisa diberikan terhadap teori-teori kekuasaan di atas. Kekuasaan yang diandaikan sebagai sesuatu yang dicari –lewat politik dalam pandangan Mills- atau sesuatu yang dimiliki –lewat dominasi dalam pandangan Weber- berimplikasi pada sebuah cara pandang yang zero sum game (satu kelompok menang dan lawan tidak akan mendapatkan apapun). Dengan menggunakan pendekatan heuristic, Adeney-Risakotta mengatakan bahwa teori kekuasaan yang dicari dan dimiliki tidaklah sepenuhnya tepat untuk menggambarkan realitas yang terjadi. Bagi Adeney-Risakotta, kekuasaan ada di semua orang. Baginya, kekuasaan bukanlah sesuatu yang dicari dalam perjuangan politik, karenanya bukan sesuatu yang dimiliki oleh elit. Kekuasaan adalah sebuah kemampuan untuk bertindak secara bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, ketiadaan kekuasaan berarti ketidakmampuan untuk membuat perubahan dalam realitas sosial. (Adeney-Risakotta, 2004: 484). Pandangan Adeney-Risakotta masih mengandaikan bahwa kekuasaan masih bisa dijadikan sesuatu yang bisa dimiliki. Hal ini tidak sejalan dengan Vilarreal (1994 : 172) yang mengatakan bahwa kekuasaan (power) bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki atau tidak, akan tetapi kekuasaan itu lahir sebagai konsekuensi dari tindakan seseorang.

Bagaimanapun, teori-teori kekuasaan dari Adeney-Risakotta maupun vilarreal bisa dikatakan lebih tepat jika dibandingkan dengan teori kekuasaan sebagai dominasi. Akan tetapi, ada di sana masih ada kesan bahwa kekuasaan yang lahir dari tindakan terkesan dijalankan dengan strategi negasi. Seseorang atau kelompok ketika melakukan tindakan, yang akan melahirkan kekuasaan, selalu berhadapan dengan orang atau entitas lain. Dalam teori kekuasaan Vilarreal, kekuasaan yang dilahirkan sangat bisa jadi berasal dari suatu proses penegasian atau penolakan atas orang atau entitas lain. Implikasinya, kekuasaan itu bisa jadi juga bersifat menegasikan.

Untuk menghilangkan kesan menegasikan, Foucault melontarkan sebuah teori kekuasaan yang bersifat produktif. Lebih jauh kekuasaan itu terletak di mana-mana (omnipresent), tidak bisa dimiliki dan selalu ada dalam suatu matrik hubungan dengan kekuasaan yang lain. Bagaimana suatu kekuasaan bisa bersifat produktif? Dalam teori kuasa ala Foucault tersebut, strategi mengkombinasikan antara the visible (yang terlihat) dengan the sayable (yang terkatakan) adalah kerja dari kekuasaan. (Kendal and Wickham, 1999:49).

Dalam kerja kekuasaan ini, hubungan-hubungan yang tercipta antar kekuasaan bersanding dengan pengetahuan. Dalam operasi kuasa ini, 2 kutub tersebut yang bisa menghasilkan pengetahuan karenanya disebut sebagai two poles of knowledge, saling berelasi untuk menghasilkan subyek tertentu. Mekanisme operasinya dijelaskan oleh Deleuze (1986: 66,73) bahwa :”the sayable offers the visible in a ’space of dissemination’, while offering itself up as a ’form of exteriority.’ Secara lebih jelas Deleuze menyimpulkan teori kekuasaan ala Foucault sebagai berikut :

Power is relation between forces, or rather every relation between forces is a power relation… Force is never singular but essentially exists in relation with other forces, such that any force is already, that is to say power; force has no other subject or object than force…it is ‘an action upon an action, on existing actions, or on those which may arise in the present or in the future’; it is ‘a set of actions upon other actions’. We can therefore conceive of a necessarily open list of variables expressing a relatiuon between forces or power relation, constituting actions upon actions: to incite, to induce, to seduce, to make easy or difficult, to enlarge, to limit, to make more or less probable, and so on. (Deleuze, 1986: 70).

Dari kesimpulan Deleuze di atas, kekuasaan selalu berarti hubungan antar kekuasaan. Kekuasaan tidaklah dimiliki, karena ia berada dalam hubungan antar kekuatan. Kekuasaan itu dipraktekkan sehingga pertanyaan untuk kekuasaan bukanlah ‘milik siapa?’ akan tetapi ‘bagaimana kekuasaan bekerja?’. Dalam prektek kekuasaan, di sana akan selalu ditemukan resistensi. Dengan kata lain, resistensi adalah suatu yang niscaya dalam hubungan kekuasaan karena jalinan antar kekuatan itu sebenarnya berjalan dalam logika saling mempengaruhi. (Kendal and Wickham, 1999:49). Hunt dan Wickham (1994: 83) menulis bahwa resistensi adalah

A technical component of governance, a component heavily involved in the fact that governance is always subject to politics. Resistance is the part of the fact that power can only ever make a social machinary run imperfectly or incompletely … In foucault’s words, resistance is the ‘counter-stroke’ to power, a metaphor with strong technical, machine-like connotations. Power and resistance are together the governance machine of society, but only in the sense that together they contribute to the truism that ‘things never quite work’ not in the conspiratorial sense that resistance serves to make power works perfectly.

Resistensi adalah aliterasi langsung dari bahasa inggris resistance yang sering dipadankan dengan kata ‘perlawanan’. Sepintas memang cukup memadai mengartikan resistance dengan kata perlawanan. Akan tetapi, ketika ditilik dari psiko-linguistik, kata perlawanan dalam sense-bahasa Indonesia memiliki konotasi yang memiliki kekuatan ‘eksternal’. Artinya, kata ini selalu mengandaikan adanya 2 pihak yang saling berkonfrontasi satu sama lain, di mana kedua pihak tersebut memiliki kekuasaan masing-masing yang ’diadu’ untuk saling meruntuhkan. Ketika kekuasaan satu pihak diadu dengan yang lain untuk saling meruntuhkan, di sinilah perlawanan terjadi. Proses ini sering kita temui di dalam aksi-aksi mahasiswa ketika mereka meneriakkan ‘lawan negara’. Kalimat ‘lawan negara’ adalah sebauah proses mencoba meruntuhkan kekuasaan yang dimiliki oleh negara, apapun latar belakang ‘aksi peruntuhan’ tersebut. Di sini, kata perlawanan mengindikasikan 2 hal, (1) kekuasaan adalah sesuatu yang dimiliki, dan (2) kerja perlawanan adalah kerja mengadu kekuatan dari luar dengan pihak luar lainnya, seakan-akan memang antar keduanya tidak ada sama sekali keterkaitan atau relasi.
Dalam pemikiran Foucault, resistance tidak dimaknai dalam proses ‘meruntuhkan atau mengadu’. Kata tersebut lebih dimaknai sebagai sebuah proses yang justru inhern dalam sebuah relasi kuasa. Foucault dengan jelas mengatakan bahwa
If there was no resistance, there would be no power relation. Because it would simply be a matter of obedience. You have to use power relation to refer to the situation where you’re not doing what you want. So resistance comes first, and resistance remains superior to the forces of the process; power relation are obliged to change with the resistance. So I think the resistance is the main word, the key word, in this dynamic.( Lotringer (ed.), 1989)
sorce:
http://mrzacky.blogspot.com/2009/06/teori-kekuasaan-dan-perlawanan.html

[read more..]